JAYAPURA (LINTAS PAPUA) - Wakil Ketua I DPR Papua. Dr. Yunus Wonda, SH.MH menilai pemekaran di Provinsi Papua cenderung lebih banyak memberikan dampak negative dibanding posistif. Ia mencontohkan dari pemekaran tiga (3) Daerah Otonomi Baru (DOB) dimana anggaran yang seharusnya di berikan kepada Provinsi Induk yakni Provinsi Papua dibagi kepada tiga DOB membuat pelayanan kesehatan terganggu dengan dihilangkannya Kartu Papua Sehat (KPS), Banyaknya Guru yang di kembalikan ke daerah kabupaten, ASN di Provinsi Papua tidak lagi menerima tunjangan, ratusan honor dan security di rumahkan, perekonomian di Papua alami penurunan yang signifikan.
Menurut Wonda hal ini tidak di perhitungkan dampak dari pemekaran tersebut bagi Provinsi induk. Yang mana anggaran untuk Pemprov Papua sebesar Rp.8 triliun akhirnya dibagi ke tiga DOB yakni Provinsi Papua Selatan sebesar Rp.1,4 triliun, Provinsi Papua Pegunungan sebesar Rp.1,8 triliun dan Provinsi Papua Pegunungan sebesar Rp.1,8 triliun sedangkan Porvinsi Papua (Provinsi induk) sekitar Rp.3 triliun.
“Dari pemekaran DOB Papua Terjadinya pengurangan anggaran di Pemerintah Provinsi Papua karena Pemerintah Pusat tidak menyiapkan anggaran untuk Provinsi Pemekaran sehingga anggaran diambil dari pemerintah induk yang mana terakhir Provinsi Papua mendapat anggaran Rp.8 triliun di bagi untuk Papua Selatan Rp.1,4 triliun, Papua Pegunungan Rp.1,8 triliun, Papua Tengah Rp.1,8. Anggarana tersebut dari APBD Provinsi induk yang dibagi melalui Pemerintah Pusat,” ungkap Wakil Ketua I DPR Papua. Dr. Yunus Wonda, SH.MH, kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin, (6/3/2023).
Wondan mengatakan pemerintah sendiri tidak menyiapkan anggaran untuk daerah pemekaran yang mengakibatkan dampak negative terjadi di Provinsi induk yang mana terganggunya pelayanan kesehatan dengan menghapus KPS bagi OAP, pemindahan guru kedaerah, ASN di Papua tidak lagi menerima tunjangan, ratusan honor hingga security di rumahkan.
“Pemerintah Pusat sendiri tidak menyiapkan anggaran untuk DOB akhirnya dampaknya kena kami Pemerintah Provinsi Induk. Dampaknya sangat besar, contoh hari ini dimana security yang ada di DPR Papua, atau di SKPD, honor, Satpol PP, cleaning service harus di rumahkan. Inikan dampaknya karena anggaran kami tidak cukup anggaran sebesar Rp.3 triliun untuk honor ASN di Provinsi Papua saja itu hampir mendekati Rp.2 triliun dimana ASN belum pindah ke Provinsi DOB dan masih ada 12 ribu orang di Provinsi Papua dan masih menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan itupun masih devisit anggaran untuk gaji pegawai. Dampaknya cukup besar dan ini yang akhirnya dampaknya ke pelayanan kesehatan dimana KPS hilang untuk OAP. Ini dampak-dampak yang kami lihat yang dari awal tidak diperhitungkan dengan baik maka Provinsi induk jadi korban,” terang Wonda.
Yunus Wonda menuturkan bahwa dari awal pemerintah pusat tidak meperhitungkan hal ini yang akhirnya saat ini masyarakat yang menjadi korban.
“Kami lihat bahwa Pemerintah Pusat sendiri dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri tidak menghitung semua dengan baik. Semangat pemekaran sudah terjadi tetapi dampaknya masyarakat menjadi korban. Contoh pelayanan KPS, Guru-guru harus dikembalikan ke daerah dan tunjangan pegawai d hilangkan. Ini bukannya menunjukkan suatu kesejahteraan tetapi kita sedang mengalami kemunduran yang luar biasa kepada masyarakat pada hari,” tutur Wonda
Menurutnya anggaran yang di berikan ke Provinsi DOB juga tidaj signifikan anggaran yang di berikan untuk membangun Papua saat ini tidak akan cukup yang mana Papua dengan letak geografis yang sangat sulit di jangkau apalagi di daerah pegunungan.
“Kami yakin anggaran yang di berikan ke daerah DOB itu juga tidak signifikan karena bagaiamana mau bangun Papua dengan anggaran seperti itu tidak akan cukup. Anggaran yang di kasi lebih banyak menyiapkan Pileg, Pilpres dan Pilkada, penyelenggara dan keamanan,” ujarnya.
Ia menerangkan bahwa situasi normal akan terjadi pada tahun 2025-2026 mendatang.
“Situasinya akan normal Pemerintah Provinsi bahkan Kabupaten lain sekitar 2025 -2026. Dengan posisi kondisi seperti ini maka memacu pemerintah daerah, pemerintah Provinsi Papua bahkan Pmerintah Provinsi pemekaran harus mengejar PAD menjadi alternative untuk menutupi kekosongan anggaran. Ini yang menjadi persoalan kita di Papua. Sehingga tidak bisa banyak rakyat menuntut lagi karena kondisi keuangan benar-benar sangat minim yang dampaknya pendidikan, kesehatan, pertumbuhan ekonomi menjadi imbasnya,” tandasnya. (Celia Waromi / lintaspapua.com)
Artikel Terkait
Pelanggan Indihome di Kabupaten Jayapura Hingga Maret 2023 Capai 11.122
HUT ke-61, PSW YPK Keerom Gelar Jalan Sehat dan Ceria
Iman Bertambah Melalui Pengenalan Akan Allah Yaitu Suka Membaca dan Merenungkan Firman Nya
Renungan Pagi Pagi Pdt. Albert Sorontou, Mari Belajar Kembali Dari Kisah Yakub dan Esau
Orang-Orang yang Menabur Dengan Mencucurkan Air Mata, Akan Menuai Dengan Bersorak-Sorai (Mazmur 126:5)