Saat Nafas Tak Berhembus, Sagu Tetap Dibutuhkan.

- Selasa, 29 Maret 2022 | 19:48 WIB
WhatsApp Image 2022-03-29 at 17.30.06
WhatsApp Image 2022-03-29 at 17.30.06

SENTANI (LINTAS PAPUA) - “Daunnya yang hijau melambangkan, hari esok yang cerah. Sadarlah, sadarlah manusia penghuni bumi yang penuh rimba sagu…..” demikianlah sepenggal lirik lagu dari legendaris Papua Cipt: Arnold C. Ap (Mambesak).

“Papa menebang pohon, Mama yang memarut”. Kata Pace Iswel Tokoro kala itu, salah satu kepala suku pemilik hutan sagu, Kampung Yoboi, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua.

Pohon Sagu dalam bahasa latin Metroxylon, yang terdiri atas dua kata, yaitu Metro/Metra dan Xylon atau yang biasa disebut Rumbia. Tanaman sagu ini sejenis palma rawa penghasil tepung sagu.  Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Sagu merupakan tanaman hidrofilik, hapaxanthic (berbunga satu kali), dan soboliferous (mempunyai anakan).
-
Hutan Sagu Di Kampung Yoboi, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua. (Septa Kulsumawulan / lintaspapua.com)

Kampung Yoboi adalah salah satu daerah yang memiliki hutan pohon sagu yang dikuasai oleh satu ondoafi (tuan tanah) yaitu Wali, tetapi Hutan sagu ini dibagi untuk 10 Kepala Suku (Wali dan Tokoro), Luas hutan sagu kurang lebih sekitar 200 hektar, setiap kepala suku memiliki luas tanah sekitar 20 hektar, bahkan ada yang kurang dan ada yang lebih.


Sagu adalah tanaman yang banyak memberikan manfaat bagi kehidupan, mulai dari daun yang dibuat untuk atap rumah, batangnya penghasil ulat yang nikmat dan jika diparut bisa menjadi tepung, kulitnya sebagai bahan pembuatan jembatan dan akarnya untuk menata air.

Jenis tanaman sagu dikampung ini ada 2 macam yaitu, pohon sagu berduri dan pohon sagu yang tidak berduri. Sejak dahulu kala, pohon sagu berduri hanya bisa ditebang oleh Ondoafi saja dan untuk kaum biasa hanya bisa menebang sagu yang tidak berduri. Hasil tumbuhan sagu berduri ini lebih besar dibandingkan sagu yang tanpa duri.

Metode Penanaman

Tumbuhan sagu yang berada di Kampung Yoboi ini, ada yang tumbuh sendiri dan ada pula yang ditanam secara ulang. Tidak perlu susah payah utk merawatnya,Cukup dibersihkan dan dibiarkan begitu saja, namun bisa tumbuh subur membentang luas. Setiap Kepala Suku merawat bagian tanah sagu mereka masing-masing.

Proses Panen

Beliau menuturkan, Pohon sagu di Kampung Yoboi ini, bisa tumbuh dalam waktu 3 tahun. Untuk proses panennya tidak bisa ditentukan dari kurun waktu, melainkan bisa dilihat dari faktor fisik dari daun tumbuhan ini. Jika daun melebar, itu tanda tanaman siap untuk dipanen. Dan apabila daun masih berdiri tegak lurus jangan lah engkau memotongnya karena tidak akan mendapatkan hasil sagu yang baik.

Hasil Panen

Ditempat ini, sagu cenderung untuk diolah sendiri, tetapi ad juga yang memanfaatkan dengan menjualnya di pasar, dan bisa menjadi sumber penghasilan warga kampung. Hasil sagu ini biasa dijual di pasar dengan harga Rp. 200.000 per 15 kg dan bisa juga dijual dg harga Rp. 150.000 bilamana warga sendiri yang membeli.

Cara mengolah

Olahan tanaman sagu dikampung ini cenderung sudah modern yaitu dengan mesin pemarut tapi masih ada pula yang menggunakan cara lama (tradisional) dengan ditokok. Peranan laki-laki ialah memarut dengan mesin dan Kaum perempuan memiliki tugas memeras, dan pengolahannya memakan waktu kurang lebih sekitar 3 harian, sehingga siap untuk dibuat berbagai jenis makanan.

“Macam-macam olahan sagu yaitu, jdi tepung disiram air mendidih yang biasa disebut papeda, ada juga yang dibakar dengan tanah liat, ada yang dibungkus dengan daun, bahkan ada juga yang dibuat utk aneka macam kue. Hasil olahan sagu lainnya adalah gula. Sagu juga menjadi penelitian bagi Ilmuwan Jepang dan diolah menjadi bom atom”. Kata mama Bermin Wali.

Bahan Pangan Utama

Masyarakat Indonesia cenderung tergantung dengan sumber pangan beras, tapi Sagu biasa dijumpai di Papua dan Maluku, Di wilayah bagian timur ini Sagu tetap bahan pokok pangan yang masih menjadi favorite, tidak hanya kaum dewasa, melainkan anak-anak juga sebagai penikmatnya.

Sagu mengandung karbohidrat cukup tinggi yang dimana merupakan tanaman pangan lokal yang memiliki potensi utama energi bagi tubuh manusia. Selain beras, jagung dan umbi-umbian, sagu tetap makanan pokok yang menjadi andalan bagi warga Kampung Yoboi.

Simbol Kehidupan

Selain sebagai makanan utama, sagu juga menjadi simbol kehidupan yang harus ada pada setiap acara adat tradisional warga kampung Yoboi. Hal yang terpenting dalam kehidupan ini adalah pernikahan dan kematian.

Hanya sagu jenis durilah yang bisa digunakan untuk upacara adat ini. Sagu digunakan sebagai simbol Perkawinan karena sagu juga dipakai sebagai mas kawin untuk acara adat pernikahan ditempat ini.

“Untuk simbol kematian yaitu sagu digunakan untuk menebus atau membayar kepala sang jenazah, hal ini biasa dilakukan anak sang Almarhum untuk keluarga semua. Dibawa untuk memberi makan kepada semua yang hadir dalam acara kedukaan itu dan dibayar dan ditukar dengan alat-alat budaya. Jenis barang budaya ini adalah manik-manik 3 warna (biru, kuning, hijau), buat anak ondoafi dibayar dengan gelang atau yang biasa disebut warga sentani dengan julukan Lebak”, Ujar tokoro. (Septa Kulsumawulan / lintaspapua.com)

 

 

Editor: ADMIN WEB

Terkini

JMS Apresiasi Kinerja Triwarno Purnomo

Selasa, 23 Mei 2023 | 05:03 WIB
X