• Jumat, 22 September 2023

Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan Egianus Kogoya di Kasus Mugi Berdarah

- Senin, 24 April 2023 | 13:55 WIB
KKB pimpinan Egianus Kogoya menyandera pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens. /Tangkapan layar YouTube The Times and The Sunday Times
KKB pimpinan Egianus Kogoya menyandera pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens. /Tangkapan layar YouTube The Times and The Sunday Times

JAYAPURA (LINTAS PAPUA)   -  Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan  Egianus Kogoya di Kasus Mugi Berdarah, Oleh Marinus Mesak Yaung.

Setelah menyadera Pilot Susi Air, Philip Mark Marthens. dan menjadikannya sebagai instrumen diplomasi meminta dukungan komunitas internasional untuk kemerdekaan Papua, yang dalam perkembangannya mengalami kegagalan, karena bukan simpati dan empati yang didapat, melainkan kecaman dan penolakan masyarakat internasional terhadap aksi penyanderaan kelompok Egianus Kogoya tersebut.

Masyarakat internasional adalah masyarakat logis dan ilmiah. Komunitas yang paham dengan baik aturan main dalam konflik dan perang yang sudah diatur oleh hukum perang internasional. Menjadikan masyarakat sipil atau pekerja kemanusian yang disandera sebagai alat propaganda dan alat politik para pihak yang berkonflik dan berperang, adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional konvensi Den Haag 1907 dan konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahan keempatnya. Ini ketentuan hukum internasional yang tidak bisa diabaikan atau tidak di indahkan.

Baca Juga: KKB Pimpinan Egianus Kogoya Diduga Menyerang Pasukan TNI, Sosok Pratu Miftahul Arifin Tewas Tertembak

Sehingga salah satu contoh respon komunitas internasional terhadap kasus penyanderaan ini, misalnya Menteri Luar negeri Australia Penny Wong mengecam dan mengutuk aksi penyanderaan pilot susi air oleh kelompok Egianus Kogoya
https://asiatoday.id/read/australia-soroti-kekerasan-di-papua-dan-kutuk-penyanderaan-pilot-susi-air

Karena sudah gagal dalam menjadikan sandera sebagai alat diplomasi kemerdekaan Papua, kelompok Egianus Kogoya membuat skenario lain, dengan mengorbankan masyarakat sipil di distrik Mugi, Nduga, Papua.

Masyarakat distrik Mugi, dan sebagian dari distrik Paru, dan kampung - kampung sekitarnya, dimobilisasi dengan ancaman todongan senjata untuk menyerang aparat keamanan TNI di pos keamanan distrik Mugi. Kurang lebih terdapat 36 anggota TNI dari kesatuan Kostrad dan Kopassus yang bertugas di pos tersebut.

Masyarakat sipil Nduga dijadikan tameng peluru aparat keamanan. Masyarakat sipil Mugi, terutama perempuan dan anak - anak, dikerahkan dan bergerak dari berbagai sisi untuk menyerang aparat keamanan yang sedang mempersiapkan diri untuk buka puasa menjelang magrib.

Aparat keamanan TNI tidak siap merespon situasi dilemma akibat serangan mendadak oleh ibu - ibu dan anak - anak, disertai tembakan - tembakan dari belakang massa sipil oleh kelompok Egianus Kogoya.

Baca Juga: TPNPB Tidak Minta Papua Merdeka, Ingin Berdialog Damai Dengan Pemerintah Indonesia

Doktrin TNI " To kill or to be killed " menjadi ragu - ragu untuk ditegakkan. Kalau doktrin to kill or to be killed ditegakkan atau di kedepankan, maka pembantaian santai cruz jilid dua, atau tepatnya pembantaian berdarah Mugi Nduga, terhadap masyarakat sipil Papua, akan terjadi.

Yang mati kena tembak peluru aparat TNI, bisa mencapai angka 500 - 1000 jiwa, sesuai perkiraan kasar penduduk di distrik Mugi dan sekitarnya. Kalau sampai terjadi tanggal 15 April 2023, ada ratusan sampai ribuan masyarakat sipil Papua dibantai aparat TNI, maka Selandia Baru, Australia, dan Inggris, serta tentunya Amerika Serikat, yang selalu memainkan strategi offshore balancing dalam isu Papua di Pasifik, akan mendesak dewan Keamanan PBB untuk menegakkan prinsip hukum internasional Responsibility to Protect, dalam bentuk intervensi kemanusian di Papua.

Baca Juga: Tim Gabungan TNI-Polri Berhasil Mengevakuasi 4 Prajurit TNI Korban Penembakan KST

Referendum Papua untuk penentuan nasib sendiri mungkin bisa langsung segera digelar di Papua. Inilah sebenarnya yang didesain kelompok Egianus Kogoya di balik kasus penyerangan pos keamanan TNI di distrik Mugi, Nduga, Papua.

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Gabriel Asem, Pemimpin Konservasi Dari Papua Barat Daya

Senin, 11 September 2023 | 22:36 WIB

Jangan Anggap Remeh Nasehat Orang Tua

Sabtu, 2 September 2023 | 22:01 WIB

Mari Gunakan Akal Sehat dan Tetap Handalkan TUHAN

Sabtu, 26 Agustus 2023 | 13:11 WIB

IMAN Adalah Ketaatan Lakukan Kehendak ALLAH

Selasa, 22 Agustus 2023 | 16:08 WIB

Jangan Mengusik Orang Yang Diurapi TUHAN

Sabtu, 22 Juli 2023 | 18:42 WIB
X