WAROPEN (LINTAS PAPUA) - Saat peralihan Pemerintahan Belanda ke Pemerintahan Indonesia tahun 1963, terjadi program pemerintahan untuk mendaratkan pemukiman rumah panggung dari bantaran sungai ke tanah daratan.
Mulai Tahun 1964, bantuan alat kerja mulai masuk ke Wonti, diantar oleh Kapal Wiriager dan Emeskerch dan Pulau Hamadi. Kapal kecil kiriman dari Belanda melayani Yapen dan Waropen. Mengantar petugas pemerintahan ke kampung-kampung.
Rencana pendaratan diutamakan Kampung Nubuai karena banjir memporak-porandakan Kampung Nubuai, pindah ke Saimagha dan Duabo (wilayah distrik Demba)
Tetapi batal, lalu Keret Fafai (dari kampung wonti) yang berhasil mendarat di Demba Urato Tahun 1964. Tetapi mereka tidak mampu bertahan karena benar-benar terisolasi, dan musim penyakit kolera dan biri-biri serta penyakit kudis. Banyak orang yang korban, karena kesulitan pengobatan.
Sejak itu, Pemerintahan Desa Demba terbentuk menjadi Desa definitif pertama di Waropen. Kepala Desanya adalah Bapa Merkior Sikowai.
Karena musibah penyakit muntaber, malaria, dan kudis, masyakarat Fafai terpaksa turun kembali, lain pulang ke Fafai, lain di Ronarai di pimpin oleh Bapak Yance Erari sebagai Ketua Rukun Keluarga (RK).
Tahap berikut, pendaratan Keret Wairo Bunggu di Koweda. Jaman KPS Prawar.
Dari pada SK Desa Demba tidak di pakai, maka SK itu diserahkan ke Koweda dan agar tidak hilang nama Demba maupun Koweda, maka di gabung menjadi Desa Demba Koweda atas petunjuk KPS dan persetujuan Bupati. Maka dipakailah nama Desa Demba Koweda, sebagai desa induk pertama sampai di Bokda (kini wilayah distrik Wonti).
Jadi desa Demba Koweda menjadi desa induk untuk wilayah keret-keret di Wonti. (Keret Wairo, Bunggu, Kai, Fafai dan Wanda).
Bapak Isak Samori (Alm) jabat kepala kampung pertama, lalu beralih ke Bapak Eduard Samori (Alm) dan estafet berpindah ke Bapak Saul Woisir, lalu reorganisasi ke Bapak Engel Woisiri dan kini Bapak Yan Windesi.
Pada waktu Kabupaten Waropen di pimpin oleh Bupati Bapak Yesaya Buinei dan Wakil Bupati Bapak Yermias Bisai, dilaksanakan pendataan semua kampung di Kabupaten Waropen untuk diajukan ke Pemerintah Pusat untuk diberi nomor kode kampung atau kodefikasi kampung agar terdaftar resmi di lembaran negara sebagai kampung yang sah. Dalam kesempatan itu diduga ada oknum-oknum pejabat Pemerintah Daerah Waropen yang sengaja meniadakan dokumen kampung Koweda atau mengkacaukan dokumen atau tidak mau perduli dengan Kampung Koweda yang kemudian Kampung Koweda tidak diikutsertakan atau tidak diregistrasi penomoran kampung di Kementrian Desa atau Kementrian Dalam Negeri. Akibat dari kekeliruan atau kesengajaan tersebut menjadi masalah terbesar hingga hari ini Kampung Koweda tidak menikmati semua program pembangunan dari Pemerintah Pusat dalam karung waktu kepemimpinan Presiden Jokowi, baik itu percepatan pembangunan kampung dengan sumber dana DAK DD dan bantuan pembangunan lainnya dari kementerian-kementerin, Kampung Koweda tidak menikmati. Hingga saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Waropen belum bisa memberi kepastian akan nasib Kampung Koweda. Ironisnya Kampung Koweda berpenampilan kumuh dengan perumahan rakyat yang sangat memprihatikan, ekonomi warga tidak mengalami peningkatan karena tidak ada kompensasi pemerintah dalam bentuk modal uang atau barang.
Selaku anak kandung kampung Koweda, saya terus berjuang mengingatkan Bapak Bupati selama dua periode ini, Bapak Kepala dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung dan Bapak-bapak Dewan yang terhormat agar dapat menetapkan kebijakan alternatif untuk percepatan pembangunan di Kampung Koweda sambil menunggu Pemerintah Pusat merealisasikan nomor register kampung Koweda.
Usaha-usaha tersebut tidak berjalan maksimal karena saya dipandang sebagai pribadi Kaleb Woisiri, bukan representatif masyakarat Kampung Koweda.
Waktu terus berjalan hingga pada Tahun 2023, Pemerintah Daerah kemudian memberi kompensasi pembangunan perumahan 5 unit dari Dinas Sosial dan dari Dinas Perumah 4 unit dan pembangunan jalan. Saya berharap agar Pemda mendorong percepatan pembangunan di Kampung Koweda sebagai ikon keberhasilannya Pemerintah Daerah membangun kampung secara mandiri demgan APBD dan harus dilakukan percepatan pembangunan.
Refleksi Hari Pancasila 1 Juni 2023.
Singkat cerita Pahlawan Bangsa asal kampung Koweda yang terlupakan oleh Negara Indonesia
1026 peserta penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Tahun 1969 di Tanah Papua, ada dua anak Kampung Koweda sebagai peserta aktif yaitu Tete David Woisiri dan Euard Woisiri, dan Legion pembebasan Irian Barat ABRI Simson Apner Woisiri dengan sejarahnya buku merah. dan Angkatan Udara (pilot) Lukas Woisiri tim angkatan udara kepresidenan Soekarno, setelah Soekarno dilengserkan dari kekuasaan maka orang-orang dekat beliau dicap sebagai PKI dan kemudian tete Lukas Woisiri dieksekusi di kampung halaman dengan dalil Pemilu.