JAKARTA (LINTAS PAPUA) - Menurunnya belanja urusan pendidikan dalam rangka pelaksanaan Otsus Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat mendapat sorotan tajam dari senator Filep Wamafma.
Pasalnya, DJPK Kementerian Keuangan menyebutkan belanja urusan pendidikan dalam rangka Otsus Papua di Papua diperkirakan turun sebesar 27,08 persen per tahunnya dan di Papua Barat diperkirakan turun 16,64 persen per tahun.
Terkait hal itu, Filep pun menyoroti data porsi belanja pendidikan di kedua provinsi tersebut yang selama ini justru masih didominasi pada belanja operasional dan administrasi pegawai.
“Di Papua dan Papua Barat, porsi belanja pegawai masih mendominasi dengan persentase tertinggi dalam belanja pendidikan selama 5 tahun terakhir yakni 2017 hingga 2021. Itu data Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, dimana di Papua belanja pegawai sebesar 41,83 persen dan Papua Barat 41,16 persen. Dari sini kita perlu pikirkan ulang seberapa besar dampak anggaran yang ada ini telah menyentuh hak pendidikan bagi masyarakat,” ujar Filep Wamafma, Senin (17/10/2022).
Merujuk pada data Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa di Papua, rata-rata persentase belanja urusan pendidikan tertinggi yaitu belanja pegawai 41,83%, diikuti belanja barang dan jasa 15,72 persen, belanja modal sebesar 18,90 persen, dan belanja lainnya sebesar 23,55 persen.
Pola belanja yang sama juga dipraktikkan di Papua Barat, dimana rata-rata belanja pegawai 41,16 persen, diikuti belanja barang dan jasa 25,21 persen, belanja modal 17,93 persen dan belanja lainnya 15,70 persen.
“Besarnya porsi belanja yang dipraktikkan menunjukkan bahwa, fokus belanja masih diarahkan pada belanja operasional dan administrasi pegawai. Idealnya, belanja barang/jasa dan belanja modal harus memperoleh porsi belanja terbesar, dikarenakan kegunaannya dapat langsung diterima oleh penerima manfaat yakni masyarakat,” tegas senator Papua Barat ini.
“Jadi pertanyaannya, apakah menurunnya belanja pendidikan dikarenakan kualitas pendidikan pada kedua wilayah telah membaik? Ataukah ada parameter lainnya yang digunakan sebagai ukuran hitung-hitungan Pemerintah?” lanjutnya.
Filep kembali mengingatkan bahwa jaminan pendidikan bagi masyarakat Papua telah diatur secara rinci diantaranya dalam PP Nomor 107 tahun 2021 tentang Penerimaan Pengelolaan dan Pengawasan dalam Rangka Pelaksanaan Otsus Papua.
“PP ini menjelaskan bahwa untuk belanja urusan pendidikan baik yang bersumber dari DOK spesific grant maupun DBH Migas digunakan untuk membiayai penyediaan instrumental input pendidikan (sarana dan prasarana), beasiswa untuk pendidik dan tenaga kependidikan (tendik), tambahan penghasilan bagi pendidik dan tendik serta pemberian beasiswa dari pendidikan anak usia sampai pendidikan tinggi, utamanya bagi peserta didik OAP dalam bentuk Kartu Otsus Cerdas (KOC),” paparnya.
Filep menambahkan, di sisi lain masalah pendidikan di Papua dan Papua Barat masih mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Hal ini dikarenakan berbagai studi juga menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan baik akses maupun mutu antara kondisi pendidikan di Tanah Papua dengan daerah lain.
Sebuah studi menyebutkan kesenjangan pendidikan itu terlihat baik pada pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi dikarenakan rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas layanan pendidikan. Sedangkan, rendahnya akses masyarakat terhadap layanan pendidikan dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah (APS) baik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA/sederajat), dan perguruan tinggi.
“Kita lihat data BPS 2022, terhitung 5 tahun terakhir yaitu 2017 sampai 2021, APK tingkat SD dan SMP di Papua dan Papua Barat masih merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia, bahkan masih dibawah rata-rata APS Nasional.
Selain APS, lanjut Filep, rendahnya akses masyarakat terhadap layanan pendidikan juga ditandai dengan masih tingginya angka putus sekolah di Papua dan Papua Barat. Tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat angka putus sekolah pendidikan dasar di Tanah Papua merupakan yang terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Artikel Terkait
Telah Berkarir 20 Tahun di Freeport : Putra Papua Pertama, Claus Wamafma Ditunjuk Menjabat Direktur PT. Freeport Indonesia
Badan Publik di Papua Masih Sedikit Kembalikan Kuesioner Monev Keterbukaan Informasi
Ikut Monev, Kadiskominfo Datangi Komisi Informasi Provinsi Papua
Klarifikasi TEKAD Papua, Tetap Fokus Berkarya Membangun Ekonomi Kampung
LSM LIRA Provinsi Papua Berikan Apresiasi Pelantikan Pj Bupati Kepulauan Yapen dan Tolikara
Inilah Pengawasan Pemilu Kontekstual Pertama di Papua
Sosialisasi Partisipatif, Bawaslu Provinsi Papua Launching Para-Para Bawaslu di Tapal Batas Biak - Supiori
Samuel Tabuni Jajaki Kerjasama International University of Papua dengan Ariel University of Israel
SSB Timika Putra Menjadi Lawan Ketiga Papua Football Academy Binaan Freeport Indonesia
Kontingen Peserta KMAN VI Asal Tanah Luwu Disambut KKSS dan KKLR Papua
Kasus Gagal Ginjal Akut atau GGAPA Meningkat, Komisi Informasi Papua Minta SE Kemenkes Disosialisasikan