Tidak Sepakat Dengan Penetapan KUHP, Masyarakat Bisa Menggugat ke MK

- Rabu, 7 Desember 2022 | 19:25 WIB
RUU KUHP Disahkan Menjadi Undang-Undang, Penghina Pemerintah Bisa Dipidana 1 Tahun 6 Bulan (Pixabay)
RUU KUHP Disahkan Menjadi Undang-Undang, Penghina Pemerintah Bisa Dipidana 1 Tahun 6 Bulan (Pixabay)

JAKARTA (LINTAS PAPUA)  - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan semua lapisan masyarakat yang tidak sepakat dengan KUHP baru bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Perbedaan pendapat sah-sah saja. Kalau pada akhirnya nanti (disahkan), saya mohon gugat saja di MK, lebih elegan caranya,” kata Yasonna kepada wartawan di Kompleks DPR, Jakarta.

Menurut Yasonna, KUHP yang ada saat ini merupakan produk kolonial Belanda yang sudah tidak relevan diterapkan di Indonesia, sedangkan RKUHP saat ini lebih maju dan sudah dibahas secara teliti dengan menerima masukan dari publik.

 Baca Juga: Perhatikan Tumbuh Kembang Anak di Papua, Pertamina Gandeng Kitong Bisa Foundation Jalankan Bersinar Project

 

Hukuman lebih ringan untuk pelanggar HAM

Selain pasal kontroversial yang dinilai bisa mengebiri hak-hak warga sipil tersebut, RKUHP juga dinilai memberikan hukuman yang lebih ringan bagi pelanggar hak asasi manusia (HAM).

Ketua Komisi Nasional (Komnas) HAM Atnike Nova Sugiro menilai adanya kecenderungan penurunan ancaman hukuman penjara di RKUHP dibanding Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

Atnike mengatakan UU Pengadilan HAM mengatur ancaman pidana untuk kejahatan genosida dengan penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 25 tahun.

Sedangkan dalam RKUHP, lanjut Atnike, ancaman kejahatan genosida hanya diganjar paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun sebagaimana tertuang dalam Pasal 598.

Atnike menambahkan UU Pengadilan HAM juga mengatur tindak pidana terhadap kemanusiaan dengan ancaman pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 25 tahun.

“Sedangkan dalam RKUHP diatur bahwa ancaman pidana penjara akan tergantung pada delik yang disangkakan, namun paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun seperti dalam Pasal 599 RKHUP,” ucap Atnike dalam keterangannya yang diterima BenarNews, Senin.

Menurut Atnike, maksimal hukuman 20 tahun penjara untuk kedua tindak pidana tersebut telah mereduksi sifat kekhususan dari delik perbuatan pelanggaran HAM berat menjadi tindak pidana biasa.

“Hal ini membuat harapan dan cita-cita hukum untuk menimbulkan efek jera maupun ketidakberulangan menjadi tidak jelas,” ucap Atnike.

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena

Sumber: benarnews.org

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X