SENTANI (LINTAS PAPUA) - Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabong) Raya melalui KMAN VI di Papua ini mendesak Pemerintah Pusat (Pempus) dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk tegas kepada Pemerintah Daerah (Pemda) baik pemerintah provinsi tetapi juga pemerintah kabupaten/kota terkait penerapan implementasi Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengakuan Atas Hak-Hak Masyarakat Adat.
Demikian dikemukakan, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabong) Raya, Drs. H. Z. A Jemmy Lantong kepada media ini usai serasehan hari pertama di Kampung Yakonde, Selasa (25/10) siang. “Kita sudah lama aktif sebagai petugas aliansi masyarakat adat di daaerah, bahkan hampir puluhan tahun mengadvokasi, mendampingi saudara-saudara kita masyarakat adat dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak atas tanah hutan adat,” sebutnya.

Menurutnya, pemerintah pusat sebagai pemerintah diatas dari provinsi dan kabupaten/kota, agar terus-menerus memberikan pemahaman atau edukasi tentang regulasi yang ada, terutama kepada kepala desa sebagai pemerintahan yang terbawa sampai kepada kepala daerah, bupati walikota tentang pentingnya pemberdayaan bagi masyarakat adat.
Dirinya membeberkan, Permendagri Nomor 52 tahun 2014 Tentang Pengakuan Atas Hak-hak Masyarakat Adat itu dianggap tidak jalan pada daerahnya, kenapa ? karena pemerintah diatas yaitu kepala daerah maupun ke bawa camat dan desa tidak pernah merasa ada regulasi, dan bahkan tidak di sosialisasikan Permendagri tersebut.
Pihaknya selama ini sangat getol mengsosialisasi atau memberikan pemahaman kepada masyarakat adat untuk bersama-sama dengan aliansi masyarakat adat Bolmong Raya berupaya mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
“Kami berjuang sejak tahun 2013, berinisiatif membuat draft Raperda tentang kelembagaan adat. Upaya kami tersebut dilakukan sampai tingkat Prolegda di DPRD, tapi itu mohon maaf, akibat malas taunya pemerintah di daerah membuat semua upaya belum mebuahkan hasil yang maksimal,” ketusnya.

Bahkan, dirinya bersama dengan rekan-rekannya yang bekerja di Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabong) Raya sering dianggap memprofokasi masyarakat adat, walaupun semua pihak tahu bahwa Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabong) Raya berada di pihak yang benar.
Dirinya mencontohkan, ada investor yang datang untuk menanam investasinya, tetapi begitu pihaknya bersama masyarakat adat menegur si investor tersebut, maka dengan tenang si perusahaan dapat menunjukan sehelai kertas yang bersisikan ijin dari camat dan kepala desa atau kepala kampung.
Selain itu, Kepala Desa ketika mendapat benturan karena di awal-awal perjuangan selalu bersama-sama dengan masyarakat adat, begitu Kades mendapat warning dari pimpinan diatasnya, maka ia mulai mencari alasan untuk pembenaran diri.
“Di salah satu kampung yang sedang kami advokasi ditemukan, kepala desanya sempat bilang begin, kalian mau mendengar Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabong) Raya atau mau dengar saya sebagai kepada desai, akhirnya masyarakat bingun dan perlahan-lahan tinggalkan perjuangan bersama kami untuk proteksi hak-hak masyarakat adat,” ujarnya. (IRFAN / LINTASPAPUA.COM)
Artikel Terkait
Catatan KMAN VI 2022 : Kepastian Hukum Atas Wilayah Hukum Adat Merupakan Hak Dasar
Pemerintah Kabupaten Keerom Sampaikan Ucapan Selamat dan Sukses KMAN VI 2022
Catatan KMAN VI 2022 : Ondofolo Yunus Piet Ibo Buka Sarasehan Gerakan Pulang Kampung
Catatan KMAN VI 2022 : Serasehan Hari Pertama di Yakonde, Ketengahkan Topik Desa Berbasis Wilayah Adat
Catatan KMAN VI 2022 : Sarasehan di Obhe Bambar Bahas RUU Masyarakat Adat
Catatan KMAN VI 2022 : Dibuka Ondofolo Yokiwa, Sarasehan di Kampung Yokiwa berjalan Khidmat
Sarasehan KMAN VI di Kampung Homfolo, Peran Masyarakat Adat Dalam Program Energi Terbarukan
Catatan KMAN VI 2022 : Masyarakat Adat Banyuwangi Tidak Menghendaki Adanya Tambang Emas
KMAN VI 2022 Harus Melahirkan Universitas Adat Nusantara, Bangun SDM Untuk Dukung SDA Masyarakat Adat
Catatan KMAN VI 2022 : 105 Hutan Adat Seluruh Indonesia Telah di Akui Oleh Negara