Rukka Sombolinggi Minta Aparat Non Organik Segera Ditarik Dari Wilayah Adat dan Presiden Harus Selesaikan Kasus HAM di Berbagai Wilayah Adat
SENTANI (LINTAS PAPUA) - Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI yang dilaksanakan selama sepekan, sejak 24 Oktober hingga 30 Oktober 2022, menghasilkan 30 rekomendasi yang disebutkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN Nasional terpilih Rukka Sombolinggi pada penutupan kongres, Ahad, 30 Oktober 2022 malam di Stadion Barnabas Youwe, Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.
30 rekomendasi yang dihasilkan dalam kongres saat melakukan sarasehan-sarasehan hingga pleno-pleno, antara lain menarik pasukan non organik dari wilayah masyarakat adat di seluruh Indonesia, kemudian meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk segera membentuk kembali Satuan Tugas (Satgas) Masyarakat Adat.

Rekomendasi berikutnya adalah pemerintah harus menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai wilayah adat yang ada di Indonesia.
Rekomendasi yang dihasilkan dari hasil Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI, demikian dikatakan Rukka Sombolinggi yang merupakan Sekjen AMAN Nasional yang kembali terpilih dalam KMAN VI ini kepada wartawan saat sesi jumpa pers, Ahad, 30 Oktober 2022, yang berlangsung di Media Center (MC) KMAN VI YANG 2022, Tribun Barat Stadion Barnabas Youwe, Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.

Rukka Sombolinggi mengatakan, ada 30 rekomendasi hasil dari KMAN VI yang dilaksanakan di Tanah Tabi ini, salah satunya adalah segera menarik pasukan non organik dari wilayah masyarakat adat di seluruh Indonesia.
"Dalam kongres ini, kami menuntut pemerintah agar segera menarik pasukan non organik dari wilayah masyarakat adat. Khususnya, yang berhadapan dengan konflik sumberdaya alam dengan perusahaan-perusahaan dan juga proyek pembangunan," pintanya.
Rukka juga mencontohkan, banyak pasukan non organik dari TNI-Polri yang dipaksa untuk ikut mengamankan objek yang dibangun oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan.

Dia menyampaikan, padahal masyarakat tidak melawan investasi, tetapi yang dilawan adalah paksaan pemerintah mengambil alih hutan dan lahan masyarakat adat. Sehingga menggunakan aparat TNI-Polri untuk menakut-nakuti masyarakat adat.
"Kemudian, permintaan untuk pembentukan Satgas Masyarakat Adat. Karena Satgas Masyarakat Adat ini sudah digagas sejak 2015, tetapi hingga saat ini belum dibentuk kembali oleh pemerintah," paparnya.
"Jadi, di negara ini banyak masyarakat adat yang terancam hampir punah dan ini butuh perhatian khusus. Juga ada banyak kasus di Komnas HAM yang harus digali kembali agar pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan kasus HAM di berbagai wilayah adat," pungkas perempuan asal Tana Toraja ini. (Irfan / lintaspapua.com)
Artikel Terkait
Kasus Mutilas Masuk Penyidikan, Pangdam XVI Cenderawasih: Mari Menunggu Hasil Penyidikan Hingga ke Pengadilan
Polres Keerom Tangani Kasus Warga Waris yang Dianiaya Hingga Tewas
Yan Mandenas: RDP Bersama Panglima TNI dan KASAD TNI Masih Membahas Kasus Mutilasi dan Isu-isu Aktual
DPR Papua Bentuk 2 Pansus Sikapi Kasus Mutilasi Mimika dan Kasus Penganiayaan di Mappi
Junjung Asas Praduga Tak Bersalah, Polisi Siap Bantu KPK Tangani Kasus Gubernur Papua, Lukas Enembe
Ketua KKSS Apresiasi Kinerja Polres Jayapura Ungkap Kasus Pembunuhan di Sentani
Kasus Gagal Ginjal Akut atau GGAPA Meningkat, Komisi Informasi Papua Minta SE Kemenkes Disosialisasikan
Polisi Selidiki Kasus Penikaman 2 Warga di Pasar Ikan Dok IX Jayapura
Piter Ell Kuasa Hukum Baim Wong Sebut Ada Yang Cari Panggung Dibalik Kasus Kliennya